Aku termenung dalam lembar-lembar kertas penuh untaian kata yang
sedang kutekuni. Imajiku melayang mengikuti alur yang tersaji indah ciptaan
penulisnya. Bersamaan dengan lembar-lembar yang kubuka, aku semakin larut di
dalamnya. Terhanyut tanpa sadar.
Aku terkesiap mendapati sebuah
tulisan yang membuatku memutar kembali fragmen-fragmen memory di otakku.
Nyalang fikiranku membentur pada sebuah potret seseorang. Sebentuk makhluk yang
selama 3 tahun kunanti itu kembali muncul menyesakkan dada. 3 tahun aku harus
menelan kenyataan bahwa ia mungkin tak pernah tahu perasaan ini. Aku sungguh
tak berani mengungkapkannya.
Aku tak tahu kapan tepatnya aku
sanggup melupakan sosok itu. Karena yang kuingat dulu sangat berat bagiku
sedetik saja lepas dari bayang-bayangnya. Mungkin saat seseorang yang lain
datang. Datang tanpa pernah kuminta. Ia datang seolah menggantikan seseorang
yang kutunggu selama 3 tahun. Semua yang ada pada lelaki ini mengingatkanku
akan dia yang kucinta.
Ah, aku sedang tak ingin membahas
dia yang tiba-tiba datang. Dalam sebuah kalimat, dadaku bergemuruh hebat. Ada
pilu terasa, juga hangat sebutir bening air mata menuruni relief wajahku.
“Di
hari terakhir UN ini, aku hanya bisa menatap punggung seseorang yang kucinta.
Aku tak tahu apakah setelah ini semuanya akan berakhir. Namun aku harus siap.
Kenangan 3 tahun itu harus bisa kulumpuhkan!”
Deg! aku tergagu di bagian ini.
Secara otomatis kenangan itu mencuat kembali. Setelah sekian lama kucoba tata
serapi mungkin, setelah sekian lama kupendam dalam-dalam di lubuk hati.
Sebentuk wajah seakan tergambar jelas
di depan mataku. Seseorang yang dulu kutunggu kembali hadir. Kurasakan tetes
demi tetes air mataku turun. Semakin deras seiring lembar-lembar yang terus
kubuka. Arusnya membuat luka di hati kembali terkuak. Sebuah kenyataan yang tak
pernah bisa kuterima.
Aku kembali pada kenyataan.
Mencoba menilik history kehidupanku dan berharap menemukan alasan untukku
berdalih bahwa kisahku tak sama dengan kisah yang sedang kubaca ini.
Namun apa yang kudapatkan
membuatku kembali mendesah. Aku tak bisa pungkiri bahwa kisahku hampir mirip
dengan kisah ini. Kubanting keras buku yang ada di tanganku ke lantai. Suaranya
berat namun tak seberat beban yang kupikul. Beban kesedihan yang kembali muncul
bila kuingat kenyataan.
Aku mencoba mengingat kembali
siapakah orang dalam kehidupanku yang mirip dengan dia yang kucinta selama 3
tahun. Lalu aku teringat pada seseorang yang tiba-tiba muncul. Yang tadi telah
kuceritakan di awal.
Ia datang dalam kehidupanku.
Awalnya tak kusangka akan seperti ini alur kisahnya. Senyumnya, sifatnya,
baiknya, semua mengingatkanku pada dia yang kucinta. Dia seperti bayang-bayang
masa lalu kisahku. Seakan menjadi pengganti seseorang yang kini entah di mana.
Dan itu berarti ketakutan tak pelak menghadangku. Aku takut, sungguh takut
kisahku akan kembali seperti dulu.
Ah, aku frustasi. Benar-benar
tak ingin kenyataan membuatku terpojok seperti ini. Aku menyerah. Kubiarkan air
mata ini terus mengalir semakin deras. Sampai entah kapan aku bisa
menghentikannya, sampai menyisakan apuran luka di hatiku.
0 komentar:
Posting Komentar