Kamis, 12 Desember 2013

Lembar Memory



Aku termenung dalam lembar-lembar kertas penuh untaian kata yang sedang kutekuni. Imajiku melayang mengikuti alur yang tersaji indah ciptaan penulisnya. Bersamaan dengan lembar-lembar yang kubuka, aku semakin larut di dalamnya. Terhanyut tanpa sadar.

                Aku terkesiap mendapati sebuah tulisan yang membuatku memutar kembali fragmen-fragmen memory di otakku. Nyalang fikiranku membentur pada sebuah potret seseorang. Sebentuk makhluk yang selama 3 tahun kunanti itu kembali muncul menyesakkan dada. 3 tahun aku harus menelan kenyataan bahwa ia mungkin tak pernah tahu perasaan ini. Aku sungguh tak berani mengungkapkannya.
                Aku tak tahu kapan tepatnya aku sanggup melupakan sosok itu. Karena yang kuingat dulu sangat berat bagiku sedetik saja lepas dari bayang-bayangnya. Mungkin saat seseorang yang lain datang. Datang tanpa pernah kuminta. Ia datang seolah menggantikan seseorang yang kutunggu selama 3 tahun. Semua yang ada pada lelaki ini mengingatkanku akan dia yang kucinta.
                Ah, aku sedang tak ingin membahas dia yang tiba-tiba datang. Dalam sebuah kalimat, dadaku bergemuruh hebat. Ada pilu terasa, juga hangat sebutir bening air mata menuruni relief wajahku.
                “Di hari terakhir UN ini, aku hanya bisa menatap punggung seseorang yang kucinta. Aku tak tahu apakah setelah ini semuanya akan berakhir. Namun aku harus siap. Kenangan 3 tahun itu harus bisa kulumpuhkan!”
                Deg! aku tergagu di bagian ini. Secara otomatis kenangan itu mencuat kembali. Setelah sekian lama kucoba tata serapi mungkin, setelah sekian lama kupendam dalam-dalam di lubuk hati.
                Sebentuk wajah seakan tergambar jelas di depan mataku. Seseorang yang dulu kutunggu kembali hadir. Kurasakan tetes demi tetes air mataku turun. Semakin deras seiring lembar-lembar yang terus kubuka. Arusnya membuat luka di hati kembali terkuak. Sebuah kenyataan yang tak pernah bisa kuterima.
                Aku kembali pada kenyataan. Mencoba menilik history kehidupanku dan berharap menemukan alasan untukku berdalih bahwa kisahku tak sama dengan kisah yang sedang kubaca ini.
                Namun apa yang kudapatkan membuatku kembali mendesah. Aku tak bisa pungkiri bahwa kisahku hampir mirip dengan kisah ini. Kubanting keras buku yang ada di tanganku ke lantai. Suaranya berat namun tak seberat beban yang kupikul. Beban kesedihan yang kembali muncul bila kuingat kenyataan.
                Aku mencoba mengingat kembali siapakah orang dalam kehidupanku yang mirip dengan dia yang kucinta selama 3 tahun. Lalu aku teringat pada seseorang yang tiba-tiba muncul. Yang tadi telah kuceritakan di awal.
                Ia datang dalam kehidupanku. Awalnya tak kusangka akan seperti ini alur kisahnya. Senyumnya, sifatnya, baiknya, semua mengingatkanku pada dia yang kucinta. Dia seperti bayang-bayang masa lalu kisahku. Seakan menjadi pengganti seseorang yang kini entah di mana. Dan itu berarti ketakutan tak pelak menghadangku. Aku takut, sungguh takut kisahku akan kembali seperti dulu.
                Ah, aku frustasi. Benar-benar tak ingin kenyataan membuatku terpojok seperti ini. Aku menyerah. Kubiarkan air mata ini terus mengalir semakin deras. Sampai entah kapan aku bisa menghentikannya, sampai menyisakan apuran luka di hatiku.

0 komentar:

Posting Komentar