Jumat, 24 September 2021

Kuliah rasa bekerja? Mengenal Peminatan Epidemiologi Lapangan

 Halo, setelah aku selesai mengupas tentang seleksi LPDP dan seleksi mahasiswa pascasarjana di Universitas ternama di Indonesia, aku mau ngenalin bidang yang saat ini kutekuni.

Karena banyak yang tanya ke aku, “Ran, kamu tuh sebenarnya kuliah atau kerja sih?”


Well, sebelumnya harus kuceritakan kalau aku sekarang sedang menempuh pendidikan magister ilmu kesehatan masyarakat di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada. Aku sudah memulai kuliah sejak tahun 2020 dan saat aku nulis ini aku sudah berada di semester 3 (masa studiku minimal 4 semester). Di prodi magister Ilmu Kesehatan Masyarakat FK-KMK UGM ini ada 11 peminatan. Buat kallan yang pernah kuliah di IKM pasti mengenal istilah “peminatan” ini. Tapi buat kalian yang baru tau, peminatan di prodi magister IKM UGM itu ada :


1. Perilaku dan Promosi Kesehatan

2. Epidemiologi Lapangan

3. Manajemen Rumah Sakit

4. Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan

5. Kesehatan Ibu dan Anak - Kesehatan Reproduksi

6. Gizi dan Kesehatan

7. Kebijakan Pembiayaan dan Manajemen Asuransi Kesehatan

8. Sistem Informasi Kesehatan

9. Kesehatan Lingkungan

10. International Health

11. Keselamatan dan Kesehatan Kerja.


Itu update daftar peminatan per 2020 ya, karena di tahun 2021 peminatan nomor 3, 4, 7, dan 8 menjadi satu prodi sendiri yang bernama Prodi Magister Kebijakan dan Manajemen Kesehatan. Untuk prodi IKM sendiri lulusannya nanti akan bergelar MPH (Master of Public Health), bukan salah tulis, emang iya gelarnya internasional sama kayak kalau kuliah di luar negeri.


Aku sendiri mengambil peminatan Epidemiologi Lapangan atau dikenal sebagai Field Epidemiology Training Program (FETP). Mungkin terasa tidak familiar dengan kata "lapangan" nya ya, kalau bidang Epidemiologi pasti dikenal semua orang yang kuliah di IKM karena Epidemiologi adalah core ilmu yang harus dipelajari di prodi IKM.


Memang penambahan kata "lapangan" ini ada maksud sendiri yang membuatnya berbeda dengan peminatan Epidemiologi pada umumnya. Kalau pada umumnya kuliah pascasarjana adalah full di kelas, di Epidemiologi Lapangan justru lebih banyak kuliahnya di lapangan (sekitar 75-80%). Kami menyebut kuliah lapangan itu sebagai "magang" karena kami ditempatkan di Dinas Kesehatan selama 68 minggu (17 bulan) dari waktu studi kami yang 24 bulan saja. Bisa dibayangkan kah? 


Beneran Ran 17 bulan dari total 24 bulan? gak ada liburnya? Ada gais, liburnya cuma 4 minggu selama masa studi, itupun dibagi tiap semesternya (semester 1 ada 1 minggu, semester 2 ada 2 minggu karena sekalian libur lebaran, semester 3 ada 1 minggu). Itupun kalau ga ada kasus pas lagi liburan). Saat ada kasus yang perlu dibantu, kami tetap akan diminta turun.


Lalu apa yang membedakannya dengan peminatan Epidemiologi pada umumnya? Itu terletak pada kurikulum kuliahnya, yang mana peminatan epidemiologi biasa (tanpa embel-embel lapangan) kuliahnya full di kelas, belajar materi dan hanya sesekali saja turun lapangan. Kalau di epidemiologi lapangan, kuliah materinya sedikit tapi tugas lapangannya banyak.


Kalian mungkin bisa baca disini kalau mau tau sejarah adanya peminatan epidemiologi lapangan ini. Di Indonesia sendiri baru ada 5 Universitas yang menyelenggarakan peminatan Epidemiologi Lapangan ini dalam naungan FETP Indonesia, yaitu Universitas Gadjah Mada (Yogyakarta), Universitas Indonesia (Depok), Universitas Airlangga (Surabaya), Universitas Hasanuddin (Makassar), dan Universitas Udayana (Bali). Kelebihannya lagi, biasanya program epidemiologi lapangan ini diselenggarakan sebagai short course bagi tenaga kesehatan yang bekerja untuk pemerintah di berbagai negara, namun setahuku hanya Indonesia yang menyelanggarakan program ini sebagai master degree. 


Lalu aku mau cerita tentang tugas lapangan yang harus dikerjakan dalam waktu 68 minggu itu. Keliatannya lama banget kan ya, tapi hampir tidak cukup untuk mengerjakan tugas lapangan itu lho hahaha....


1. Investigasi Kejadian Luar Biasa Kesehatan

Kejadian luar biasa kesehatan gampangnya gini, awalnya tidak ada kasus penyakit kemudian tiba-tiba ada kasus penyakit (teringat dong ya bagaimana COVID-19 tiba-tiba ada). Atau, awalnya 1 kasus kemudian meluas menjadi 3 atau lebih kasus penyakit. Jadi sebelum pandemi, COVID-19 itu disebut sebagai kejadian luar biasa kesehatan.


Gak cuma soal penyakit sih, tetapi juga bisa kasus keracunan makanan. Bagiku, tugas ini menarik banget sih. Karena di tugas inilah ruh seorang epidemiolog sebagai detektif penyakit muncul. Di tugas ini kami harus mengerjakan minimal 2 kegiatan investigasi (sebagai Principal Investigator atau ketua investigasi dan Co-Principal Investigator atau wakil ketua investigasi).


Seringkali di tugas ini kami dihadapkan pada kasus yang menyita banyak perhatian hingga masuk TV, koran, dan jadi trending topic berhari-hari bahkan berbulan-bulan. Kalau ada kaitannya sama kesehatan, kematian, dan kesakitan hampir bisa dipastikan ada peran seorang detektif penyakit disana. 


2. Evaluasi Program Kesehatan Masyarakat

Di sini kita harus mengevaluasi satu program kesehatan masyarakat di Dinas Kesehatan secara menyeluruh dan terperinci mulai dari input, proses, output, hingga outcome. Program kesehatan yang akan dievaluasi dipilih berdasarkan prioritas masalah, ataupun berdasarkan pertimbangan lainnya.


3. Evaluasi Sistem Surveilans Kesehatan Masyarakat

Berbeda dengan tugas nomor 2, tugas ini lebih spesifik tentang surveilansnya. FYI surveilans adalah proses secara terus menerus dari pengumpulan data, analisis data, pelaporan hingga diseminasi data serta penggunaannya untuk pengambilan keputusan. Gampangnya, ini tentang pencatatan dan pelaporan data kesehatan. Sama dengan tugas nomor dua, sistem surveilans yang akan dievaluasi juga dipilih berdasarkan prioritas masalah, ataupun berdasarkan pertimbangan lainnya.


4. Studi Analitik

Ini tugas akhir kami sebagai mahasiswa yang biasa orang kenal sebagai TESIS. Hampir tidak ada bedanya dengan ke-4 tugas yang sudah kusebutkan sebelumnya, semuanya tentang ngambil data, proses, dan buat laporan (aku berasa bikin tesis 5 kali jadinya >.<). Bedanya studi analitik ini kita akan benar-benar meneliti sesuai dengan kemauan kita, bebas lah mau eksperimen, survei, atau lainnya. Kalau di angkatanku, studi analitik ini isinya adalah gabungan tugas nomor 2, 3 dan 4. Jadi tugas nomor-nomor ini temanya harus sama dan nyambung, supaya bisa membuat kesimpulan yang nyambung dari tentang bagaimana sih programnya, bagaimana sistem surveilansnya, dan bagaimana "perlakuan/evaluasi lain" yang membuat hal-hal ini rasional sebagai sebab-akibat. Kalau kata dosenku, tugas akhir kami jadinya mirip sama Disertasi.


Serius itu tidak selesai dalam waktu 68 minggu?


Ya cobalah, kalian pernah magang kan? atau pernah kuliah sambil kerja? Apakah betul bisa bagi waktu dengan sangat sempurna antara pekerjaan dan tugas kuliah?


Begitulah yang aku rasakan sebagai mahasiswa Epidemiologi Lapangan. Ketika di lapangan a.k.a Dinas Kesehatan, aku disibukkan dengan membantu menyelesaikan pekerjaan dan masalah-masalah kesehatan di wilayah kabupaten/kota. Pulang ya pengennya bisa ngerjain tugas kuliah saat malam, tapi yang sering terjadi udah kecapekan duluan dan pengennya langsung istirahat. Gitu aja terus sampe sekarang nih udah semester 3 mulai sering ditagih laporan tugas lapangan (5 tugas yang kusebutkan sebelumnya).


Tapi buatku pribadi yang pernah bekerja selama lebih dari 2 tahun, aku merasa lebih bisa eksplor materi kuliah itu justru saat di lapangan. Pembelajaran teori di kelas itu menurutku perlu diimbangi dengan kenyataan di lapangan, karenanya walaupun sulit, kuliah di peminatan ini sungguh menarik sekaligus menantang. Terlebih saat pandemi gini ya, kuliah online tu sering gak fokus dan sulit ngerti. Terlebih buat tenaga kesehatan yang jadi mahasiswa, pasti godaan dan dorongan hati untuk ikut terjun membantu penanganan pandemi ini kuat sekali. Mempunyai pekerjaan sampingan mungkin dilakukan sebagian kecil mahasiswa pascasarjana, mengingat waktu studinya yang pendek dan banyaknya tugas, biasanya udah kesulitan buat disambi bekerja.


Selama menjalani tugas lapangan, aku off dari kuliah kelas. Jadi kurikulumnya sudah diatur supaya kuliah kelas dihabiskan di semester 1 dan 2 bulan pertama semester 2, selanjutnya full di lapangan. Walaupun ya sesekali pernah "terpaksa" mengikuti kuliah sambil berada di lapangan. Kalau mahasiswa lain bisa lulus lebih cepat dari waktu studi magister yang biasanga 24 bulan, mahasiswa FETP baru bisa lulus kalau sudah menjalani 68 minggu kuliah lapangan dan menyelesaikan tugas-tugas lapangan. 


Oya, hal yang perlu diketahui dan harus disiapkan untuk menjadi mahasiswa peminatan Epidemiologi Lapangan adalah UKT nya yang mahal banget! Iya emang mahal wkwk, lebih mahal daripada UKT dokter spesialis per semesternya. Ada alasan kenapa mahal, yang jelas kalau dibandingkan dengan manfaatnya, uang itu tidak ada apa-apanya. Prinsip kami disini yang utama adalah "learning by doing". Tidak ada panduan yang benar-benar jelas, tidak ada materi yang benar-benar kaku, kami harus bisa beradaptasi kapanpun dan dimanapun dan mengambil pelajaran dari setiap tindakan yang diambil.


Jadi, buatmu yang tertarik untuk mengambil peminatan ini saat kuliah magister, jangan khawatir. Banyak banget beasiswa yang bisa digunakan, misalnya kalau aku LPDP, kalau dari pemerintah biasanya ada beasiswa PPSDM Kementerian Kesehatan, maupun beasiswa WHO atau CDC. 


Gimana? Apalagi ya yang harus diceritakan mengenai peminatan ini? Kalau ada yang mau request boleh banget ya tulis di kolom komentar (udah kayak yutuber aja wkwk).


Sekian dariku,

salam sehat semuanya!



  


Sumber : dokumentasi pribadi



1 komentar: