Sabtu, 28 Januari 2023

Kaleidoksop 2022 dan Resolusi 2023

Halo semua, setelah setahun vakum nulis di blog, aku kembali lagi untuk me-wrap up perjalananku di tahun 2022. Gak cuma di blog sih aku lama vakum, kuamati di instagram pun aku sempat jeda lama lebih dari setengah tahun gak posting apapun, baik itu stories atau feed

Padahal waktu-waktu itu terbanyak fase naik-turun dalam hidupku yang sudah berlangsung 27 tahunan ini. Salah satu alasannya ya karena disibukkan aktivitas di kantor tempat magangku, yaitu Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul. Sebagai epidemiolog lapangan yang ditugaskan saat pandemi, yang walaupun tahun 2022 (alhamdulillahnya) hanya ada 1-2 gelombang penularan COVID-19, peranku adalah mempertahankan surveilans (penemuan kasus). 

Caranya ya skrining aktif di kelompok tertentu, walaupun akhirnya bikin lonjakan kasus yang sempat membuat menkes menyoroti Kabupaten Bantul. Meskipun jadi diomongin banyak orang di dinkes karena terkesan cari-cari masalah, untungnya aku didukung banyak atasan di dinkes yang optimis bahwa ini adalah langkah baik yang perlu dilakukan untuk mitigasi lonjakan kasus apalagi sampai ada varian baru COVID-19 yang muncul.

Karena tahun 2022 adik tingkatku sudah mulai aktif magang, tugasku bisa sangat berkurang, jadi dari awal tahun aku mulai fokus “menyelematkan diri” a.k.a ngerjain tugas mandiri buat persiapan kelulusanku. Aku cuma punya waktu 5-6 bulan waktu itu buat menyelesaikan 3 tugas lapangan sekaligus, jadi agak tercepot-cepot dengan mengelilingi 24 kecamatan di Kabupaten Bantul dan mengunjungi 27 puskesmas dalam waktu 1 bulan penuh. 


Setelahnya aku sibuk melakukan penelitian untuk tesis selama sebulan penuh dengan responden lebih dari 1rb orang dibantu 5 enumerator. Dua bulan pertama di tahun 2022 yang mengharuskanku full di lapangan juga harus kujalani dengan menahan rasa sakit di telapak kaki karena mata ikan yang muncul sejak november 2021 dan nyeri gigi impaksi. Gak usah dijelasin deh gimana sakitnya, karena gabisa ambil libur untuk opname dan menjalani operasi, jadi yang kulakukan adalah meminta antibiotik ke dokter tiap 2 minggu sekali.


Maret-April aku gatau deh kuhabiskan dengan ngapain, rasanya udah jarang aku ke kantor, waktuku banyak dihabiskan dengan berkutat dengan laptop entah itu di kosan atau di kampus (tentu saja sembunyi-sembunyi dari dosen). Tapi aku masih (kadang-kadang) mengerjakan tugas dinas kok, walaupun tentu saja lebih sering mengerjakan tugas pribadi hihi. April-Juni aku banyak melakukan bimbingan dengan dosen, dan karena dosenku hanya 1 dan berperan sebagai supervisor tugas lapanganku dan juga pembimbing tesisku, aku jadi bisa bimbingan dengan beliau 1 minggu 2-3 kali. 


Di bulan Juni aku bahkan sudah meminta dijadwalkan 4 kali bimbingan buat mengejar seminar hasil. Karena aturan kampus, aku harus sudah yudisium di akhir bulan Juli supaya ga perlu bayar UKT semester 5. Alhamdulillahnya semua berjalan lancar, dan dosenku pun sampai mengundangku ke rumah beliau untuk bimbingan dan meminta ttd beliau karena waktunya yang sudah super mepet dengan pendaftaran seminar hasil. 


Tanggal 27 Juni aku seminar hasil, kemudian tanggal 30 Juni aku mulai opname untuk tindakan operasi bedah gigi impaksi di tanggal 1 Juli. Itu masa-masa termellowku deh kayaknya, seorang Rani yang sudah lama gak diopname (terakhir waktu bayi baru lahir selama 40 hari). Diopname sambil (masih) bimbingan terakhir untuk tugas lapangan, sampai meminta mama dari kampung buat datang sendirian ke Jogja demi menemaniku operasi di Bantul. 


Itu adalah pengalaman pertama Rani dioperasi dengan prosedur bius total, meskipun tindakannya hanya cabut gigi, tapi sensasinya tetap aja menegangkan. Bayangin kamu akan menggantungkan hidupmu sama dokter, apapun bisa terjadi di meja operasi kan, apalagi buat Rani yang tahu gimana kerja alat-alat di ruang operasi itu. Tapi alhamdulillahnya semua berjalan lancar, operasi hanya berlangsung 30-45 menit untuk mencabut 4 gigi bungsuku yang impaksi (tumbuh miring).


Pasca operasi Rani bisa langsung kentut segera tu setelah baru buka mata, karena terbatuk2 hebat akibat tenggorokan yang super kering dan gatal (karena harus puasa minimal 8 jam sebelum operasi dan ada alat intubasi yang masuk ke tenggorokan selama operasi berlangsung). Proses recoverynya yang menyebalkan si, karena otot-otot tubuhku berasa kek ilang aja melebur sama daging yang cuma sedikit itu. Alhasil dikit-dikit kek mau jatohlah, pusinglah tiap liat tulisan, dan sensasi kek nge-fly kadang-kadang. Sakit dan nyerinya sih enggak ada, aku cuma sekali aja minum obat pereda nyeri itupun karena mubazir obatnya ga diminum wkwk. 


Hal itu berlangsung selama smeinggu, dan tentu saja sebagian harus kujalani sendiri karena mama harus pulang ke kampung karena sudah disuruh suaminya a.k.a bapakku. Seminggu cuma bisa makan bubur, dan terimakasih sekali ada penjual bubur dekat kosan yang bisa jadi tempatku mengisi perut tiap hari. Hari-hariku selanjutnya disibukkan dengan persiapan ujian tesis (untuk penentuan kelulusan dan nilai tesis) serta yudisium (penentuan IPK). 


Banyak hal yang terjadi sih, terutama bagian gak enaknya, sampai membuatku ingin cepat-cepat lulus saja haha. Biasa lah ya, kampus kalau masuknya mudah, keluarnya astaganaga susahnya, kek adaaa aja masalah hidup ye kan. Syukurnya aku bisa lulus tepat di waktunya yang membuatku ga perlu bayar UKT semester 5 (walaupun LPDP masih bisa membiayai UKT semester 5 ku). Gak lama (sekitar 2 minggu) setelah aku sidang tesis, ada seorang teman yang menawarkan pekerjaan untukku, di RSCM di Jakarta. Iya, rumah sakit besar itu. Karena aku ga ada alasan buat nolak, yaudah aku iyain aja. Agustus- September aku full istirahat di rumah, karena sudah kehabisan uang dan bingung mau ngapain di Jogja. 


Selama proses nunggu itu aku banyak dapat kesempatan yang kupikir ga bakal tercapai di tahun ini, yaitu lolos untuk presentasi oral di konferensi tingkat tingginya bidang FETP, dan terbit artikel penelitian di jurnal bereputasi (gak tanggung-tanggung, jurnal Q1!). Aku hampir berangkat ke Panama US waktu itu, tapi lagi-lagi karena kendala biaya (dan hal ini yang beda banget sama waktu S1 ya, udah males juga nyari sponsor jadi yaudah pasrah aja gajadi berangkat). Dan menerbitkan artikel di jurnal Q1 yang meskipun sudah didiskon 60% (privillege negara berkembang dan bantuan dosen), tetap saja harus nombok 8 juta (yang nombokin dosenku, karena tau diriku hanya pengangguran).


Lalu sejak bulan Oktober sampai tulisan ini terbit, aku bekerja di RSCM sebagai peneliti. Jangan bayangin jalanku mulus ya, aku udah banyak banget ikut seleksi (tulis maupun wawncara) di institusi lain selama menunggu panggilan kerja di RSCM ini, tapi ga ada satupun yang lolos. Kayaknya memang ada rencana Tuhan di balik semua jadi ya kulo manut kemawon (saya nurut saja). Ditambah posisiku saat itu belum mengantongi ijazah maupun transkrip nilai, hanya ada surat keterangan lulus. 


Momen wisuda yang kutunggu-tunggu sejak tahun 2020, akhirnya terjadi di saat aku baru masuk kerja semingguan. Aku harus ijin ga masuk kerja selama 3 hari, dan menempuh perjalanan kereta selama 8 jam lebih ke Jogja. Dengan kondisi yang super huru-hara padahal udah dibantuin keluarga buat packing semua barang di Jogja, momen wisuda terjadi di saat Jogja hujan. Dan lagi, aku booking fotografer buat foto di outdoor. Gak bisa dibayangin deh betenya, aku jadi gabisa menikmati momen wisuda dengan tenang dan bahagia plus agak nyesel kenapa cuma ambil ijin 3 hari. Jadi gabisa nemenin ortu keliling Jogja, Solo, dan Semarang seperti rencana awal dan malah merepotkan keluarga buat bawa beberapa barangku (sebagian udah dipaketin padahal tapi masih banyak aja). 


Yah itulah ceritaku di tahun 2022 ini, yang dalam waktu singkat aku harus beradaptasi kembali hidup di Jakarta dan sampai tulisan ini terbit, aku masih mencoba bertahan wkwk. Aku memang ga nulis kaleidoskop 2021 dan resolusi tahun 2022, tapi hampir semua keinginanku terwujud: terbitin artikel penelitian di jurnal Q1, lolos presentasi di konferensi bergengsinya FETP, dapat kerjaan baru, dan lulus tepat pada waktunya (meskipun gak sama pasangan sesuai harapanku hihi). 


Harapanku buat tahun 2023, selesai proyek penelitian di RSCM ini, aku ingin bekerja di UN bodies, syukur2 kalau bisa ditempatkan di Jogja atau Semarang (Jakarta jadi pilihan ketiga). Dan tentu saja berharap bertemu jodoh di tahun 2023 dan menikah ya.




0 komentar:

Posting Komentar