Kamis, 09 Agustus 2018

Berawal dari Pinggir Sawah, Taman Baca Sahabat Buku Menjangkau Anak-Anak Dusun


Halo, kali ini aku mencoba membuat postingan yang berbeda, dimana biasanya aku tidak menulis essay panjang di blog. Tapi kali ini aku mau berbagi sebuah tulisan, sebuah essay yang diangkat dari observasiku selama bertugas di Kecamatan Sungai Rotan, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Ialah inovasi dari pemuda setempat, untuk membudayakan membaca buku pana anak-anak negeri. Harapannya kiranya ada teman-teman yang tergerak hatinya untuk membantu keberhasilan program inovasi ini.


Sudah setahun lebih TBM Sahabat Buku berdiri, Santi mengingatnya dengan wajah berseri. Siang hari pukul 14.00 WIB, seperti biasanya Santi tiba di deretan ruko di samping pasar kalangan (pasar mingguan) Desa Sukarami. Ia membawa tiga kunci ruko, satu ruko yang dipergunakannya sebagai tempat berjualan, dua ruko lainnya ia gunakan sebagai perpustakaan dan tempat les anak-anak. Ruko-ruko tersebut tidak ia sewa sendiri, melainkan sumbangan sukarela dari pemerintah desa, sebagai hasil yang diperolehnya setelah ia memaparkan proposal saat Musyawarah Masyarakat Desa. Beruntung pemerintah Desa menyambut baik maksud hati Santi untuk membentuk Taman Baca Masyarakat di desanya.

Setahun yang lalu, hatinya tergerak untuk berkontribusi pada masyarakat setelah berkenalan dengan Pencerah Nusantara, sebuah gerakan kepemudaan di bidang kesehatan untuk memperkuat layanan kesehatan primer (Puskesmas) di kecamatannya. Sebagai seorang lulusan pendidik di bidang Sejarah, hatinya terketuk untuk membangun masyarakat di daerahnya. Sebagai seorang putra daerah, ia malu jika terkalahkan semangatnya oleh teman-teman tenaga kesehatan Pencerah Nusantara yang bukan putra daerah namun berupaya ikut serta membangun masyarakat di daerah yang sama sekali asing bagi mereka. Padahal ia tahu bahwa Pencerah Nusantara sudah memiliki banyak tugas kemanusiaan di bidang kesehatan, namun mereka tetaplah mau mengemban tugas kemanusiaan lain di luar bidang mereka.

Sore itu, ia diajak oleh Andri, seorang bidan Pencerah Nusantara untuk menemui anak-anak dusun. Andri dan teman-teman Pencerah Nusantara bermaksud untuk memberikan pendidikan kesehatan melalui “Sukarami Berdongeng” kepada anak-anak tersebut. Namun karena ia tak paham betul mengenai masyarakat di sana, ia mengajak putra daerah yang ia kenal. Di sebuah lahan kosong di pinggir pesawahan, ia dan Andri menggelar tikar. Sebelumnya terlebih dahulu Andri membuat surat kepada kepala desa untuk meminta bantuan guna mengumpulkan anak-anak untuk dibina. Setelah terkumpul sejumlah anak-anak di lahan tersebut, ia dan Andri memulai dengan mengajak mereka bermain.
Sumber: dokumentasi tim Pencerah Nusantara
Awalnya hanya beberapa buku yang dibawa Andri yang mampu membuat anak-anak itu berebut dan mengantre untuk bergantian membaca buku. Akhirnya, minggu-minggu selanjutnya ia dan Andri meneruskan perjalanan mereka ke dusun lainnya dan kembali menerima respon bersemangat yang sama dari anak-anak yang mereka temui. Bermain dan belajar bersama, itu prinsip yang diterapkan mereka. Perlu diketahui bahwa jarak antardusun disini memakan waktu 15-30 menit dengan kondisi jalan yang rusak parah terlebih jika hujan. Rumah-rumah panggung dari kayu khas Sumatera Selatan menjadi model rumah yang umum dimiliki oleh masyarakat karena lokasi tempat tinggal mereka yang dekat dengan Muara (sungai) Lematang membuat mereka harus selalu waspada jika sungai meluap dan terjadi banjir.

Meskipun begitu, hal itu tak menyurutkan semangat Andri dan Santi untuk terus berkeliling ke dusun-dusun dengan susah payah membawa buku-buku. Karena ia dan Andri pergi ke dusun dengan menggunakan sepeda motor, maka tak banyak buku yang bisa mereka bawa. Padahal anak-anak di dusun “haus” akan buku-buku. Anak-anak mengatakan bahwa sekolah mereka pun memiliki perpustakaan, namun tidak banyak buku yang bisa mereka baca. Terutama buku selain bahan pengajaran di sekolah.

Menurutnya, anak-anak itu membutuhkan buku-buku yang mampu membuka jendela ilmu mereka lebih luas lagi. Katanya, buku adalah jendela ilmu, maka jika ada banyak buku yang kita baca, maka makin luaslah jendela ilmu yang kita miliki. Sebagai putra daerah, Santi ingin agar anak-anak itu dapat memandang dunia dengan lebih luas, tidak hanya sebatas antardusun yang penuh dengan hutan karet. Seperti dirinya yang berkesempatan mengenyam pendidikan tinggi di kota, ia pun ingin agar anak-anak itu kelak memiliki kesempatan yang sama bahkan lebih baik daripada dirinya.

Sumber: Dokumentasi Tim Pencerah Nusantara

Santi tahu betul bahwa Andri dan teman-teman Pencerah Nusantara tidak dapat selamanya berada disini, maka dari itu saat Musyawarah Masyarakat Desa, ia memberanikan diri menyampaikan proposalnya di hadapan seluruh perangkat pemerintahan desa yang hadir saat itu. Akhirnya terjawab sudah mimpi Santi untuk membangun sebuah Taman Baca Masyarakat yang memiliki tempat tetap, karena ia tak bisa terus menerus berkeliling dusun bersama Andri yang juga mulai disibukkan dengan aktivitasnya di Puskesmas.

Tanggal 7 Mei 2017, TBM Sahabat Buku berulang tahun yang pertama. Santi didampingi oleh beberapa orang pengurus SDM di antaranya Iin sebagai wakil ketua, Kiki dan Suhardi sebagai sekretaris, Yenni sebagai bendahara, dan Wahyu serta Ika sebagai seksi pendidikan dan olahraga. Biasanya, Santi ditemani oleh Kiki mengawasi anak-anak yang datang membaca buku di TBM. Setiap hari pukul 14.00 ia juga memberikan les privat kepada anak-anak secara sukarela. Karena kesibukan pengurus TBM yang lain, ia harus bolak-balik dari lapak jualannya di samping TBM untuk mengawasi anak-anak.

Suatu siang saat ia sedang berjaga di ruko TBM, seorang anak perempuan datang menghampirinya. Anak itu bermaksud untuk membeli jajanan di warung Santi. Namun karena Santi sedang tidak berjualan hari itu, ia menawarinya untuk bergabung dengan anak-anak yang akan belajar membaca. Anak perempuan itu tersenyum, lalu menggelengkan kepalanya dengan lemah. Katanya, ia tidak memiliki buku untuk menulis seperti teman-teman sebayanya yang lain. Anak perempuan itu berusia 15 tahun, namun ia belum bisa membaca dan menulis. Pasalnya, ia terpaksa putus sekolah setelah orangtuanya meninggal saat ia baru menginjak sekolah dasar. Karena tuntutan ekonomi, ia terpaksa berhenti sekolah karena saudara-saudaranya tidak memiliki biaya untuk membelikannya peralatan sekolah.

Santi sudah beberapa kali menawari anak itu untuk belajar. Tahun lalu, Andri bahkan meminta anak itu untuk datang ke rumahnya untuk belajar membaca dan menulis. Mungkin karena malu, anak itu tidak pernah datang ke rumah untuk belajar. Menurut Santi, pendekatan kepada anak itu haruslah berbeda. Akhirnya, Santi bernegosiasi dengannya. Santi berjanji akan membelikannya buku dan peralatan tulis yang baru, dengan syarat anak perempuan itu harus mau bergabung dengan teman-temannya belajar di TBM Sahabat Buku.
Sumber: Dokumentasi Tim Pencerah Nusantara

Anak itu setuju dan sambil melompat-lompat kegirangan, ia berteriak kepada teman-temannya bahwa ia akan belajar bersama Kak Santi di TBM. Sementara anak-anak yang lain heran pada responnya yang mungkin menurut mereka berlebihan, sebaliknya Santi justru melihat semangat baru baginya untuk memberikan dampak positif bagi lingkungan sekitarnya. Ini hanya satu contoh yang ditemukannya, seorang anak remaja yang belum mendapatkan haknya untuk belajar sebagaimana yang tercantum dalam UUD 1945 pasal 31 ayat (1) bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara. Dalam hati, Santi berjanji akan terus berupaya semampunya memberi kebermanfaatan bagi orang lain di sekitarnya. Berawal dari TBM Sahabat Buku, berawal dari pinggir sawah, ia yakin suatu saat mimpi besarnya dapat terwujud.

Jika ada teman-teman yang berniat menyumbangkan buku di Taman Baca Sahabat Buku, silakan kontak Maria Santi (085377416019) atau dapat langsung dikirimkan ke TBM Sahabat Buku, Desa Sukarami Kecamatan Sungai Rotan Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan 31171.


0 komentar:

Posting Komentar