Kamis, 12 Desember 2013

Aku Iri



Aku kembali tersudutkan. Tumpukan buku-buku di deretan lemari yang mengelilingiku seakan mengepungku hingga sudut keremangan ini. Hatiku bergejolak. Ada muatan aneh yang siap meledak. Mataku nyalang membaca nama-nama yang tercetak indah di sampul buku-buku di hadapanku.

Aku berusaha menerjemahkan bahasa hati ini. Dan sebuah kenyataan membentur ulu hatiku. AKU IRI! ya, memang benar rasa itu kini bersemayam di hatiku. Iri pada apa? aku iri pada nama-nama di sampul buku-buku itu!
Nama yang selalu disebut orang-orang setiap mereka selesai membaca buku, nama yang selalu disebut sebagai pejuang pena. Mereka terkenal hanya karena tulisan. Sedangkan aku, harus berkoar-koar di depan massa agar aku bisa dikenal.
Aku bukan gadis yang cantik, supel, kaya, jenius, apalagi terkenal. Aku gadis yang akan selalu menebar senyum 3 jari dan menahannya selama beberapa menit ketika seseorang mendekatiku. Aku gadis yang sudah terbiasa dikucilkan, bahkan tak dianggap. Aku bukan siapa-siapa yang bisa menjadi alasan mengapa aku bisa terkenal.
Wajar tidak sih jika aku iri? wajar tidak jika aku ingin namaku-lah yang tercetak indah di sampul buku itu? aku bukan siapa-siapa. Aku hanya punya segenggam mimpi dengan pena dan kertaslah alatku untuk bisa mewujudkannya. Aku ingin menulis, aku bermimpi menjadi penulis. Dan saat itu tiba, orang-orang akan mengenangku dan ingat bahwa aku pernah berjalan di samping mereka.
Mulailah aku menulis, menuang sedikit demi sedikit harapan untuk bisa menjadi penulis. Aku bukan seoang pemimpi. Karena kuyakin betul ini bukan sekadar mimpi. Ini akan menjadi nyata. Dengan usaha dan semangat pantang mundur, aku yakin aku bisa meraihnya. Tunggulah aku, tunggulah saat kesuksesan itu kuraih. Dan kalian akan bangga pernah mengenalku.

Jika kamu bukan anak raja atau kaum bangsawan, maka menulislah...
Tulisan akan membuatmu terus hidup meskipun tulangmu sudah teronggok di dalam tanah...

0 komentar:

Posting Komentar