Senin, 25 Juli 2016

My Holiday My Adventure #1 (Lengkung Pelangi di Curug Cantel)

Udah ada rencana nulis ini semenjak tiba di pintu masuk ke objek wisata ini. Tapi niatnya dikumpulin satu-satu mulai di alam mimpi hingga di alam sadar, akhirnya terakumulasi dan meledak malam ini.

Aku masih di rumah nih, menikmati waktu liburan yang ternyata singkat dan membuatku pengen nambah lagi. Walaupun iri juga melihat teman-teman yang lain sudah berkali-kali upload foto dengan caption "magang day 1, day 2, day 3" dst di BBM, instagram, line, dll, akunya malah masih menjalani ritual sakral ala bocah pengangguran yaitu "tidur, makan, tidur lagi". Bapakku juga jadi hobi mainin lagunya alm. Mbah Surip yang "Bangun Tidur Lagi" keras-keras buat nyindir aku.

Oke, jadi ini ceritanya minggu lalu kami sekeluarga berkunjung ke rumah pakde yang terletak di dataran tinggi, yaitu di kaki gunung Slamet, gunung tertinggi di Jawa Tengah. Tempat-tempat sejuk nan dingin kayak gitu tuh favorit banget buat orang pantai utara jawa yang tiap hari kena panas dan bau asin khas laut. Terutama bagiku.


Jadi otomatis momen ini ga kulewatkan dong. Meskipun harus naik angkutan umum beberapa kali untuk bisa sampai disana bareng sama mama dan adik perempuanku, sementara bapak dan adik laki-lakiku naik motor. Iya begitulah, memang hanya ada 1 buah motor di rumah.

Setelah sampai disana dan mengobrol beberapa jam sampai makan siang bersama, akhirnya kami bertiga (aku 3 bersaudara) mengajak sepupu-sepupu kami untuk jalan-jalan ke suatu tempat. Pilihan pertama kami adalah pemandian air panas Guci. Pilihan kedua adalah curug.

Karena pergi ke Guci saat siang hari kami rasa kurang pas dan kami sudah sangat sering main ke Guci, akhirnya kami memilih pergi ke curug. Pasalnya adik laki-lakiku menawarkan satu curug yang belum pernah kami kunjungi di Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal. Akhirnya kami memutuskan untuk pergi ke curug cantel.

Kami sempat hampir tersesat karena adik laki-lakiku yang sok tau jalan, mentang-mentang dia udah pernah kesana. Ternyata tempatnya lumayan jauh juga dan semakin naik ke atas. Kami yang tidak memerkirakan kemungkinan ini akhirnya gemeletukan di atas motor karena terpaan udara yang sangat dingin. Maklumlah orang pantai yang biasa kena panas, kena udara dingin sedikit aja menggigil. Biasanya kalau kedinginan malah aku bisa sesak napas. Kami sampai melewati perkebunan teh yang tidak bisa kami temui di sekitar rumah pakde. Itu berarti kami semakin naik ke atas kaki gunung Slamet.

Setelah sekitar 30-45 menit perjalanan, kami pun sampai di lokasi curug cantel. Bukan curugnya sih, tapi pintu masuk menuju jalanan yang mengantar kami ke lokasi curug. Aku yang sudah diberitahu adikku bahwa untuk datang kesini cukup membayar uang parkir, akhirnya aku hanya membawa uang Rp25.000,- pemberian Mama. Aku kebetulan belum ambil uang cash di ATM. (perlu diketahui bahwa aku takut pada uang cash, takut cepat habis!)

Untuk parkir ini, kami dikenakan biaya Rp5000,00 untuk setiap kendaraan yang kami bawa. Maklumlah, masih musim lebaran. Harga jadi melambung naik karena banyaknya pengunjung. Kami membawa 3 buah motor, sehingga untuk parkir kami harus membayar Rp15.000,00. Sisa uangku tinggal Rp10.000,00.
Nama curugnya panjang banget! :D
Sebenernya aku pengen BAK, tapi karena uang menipis akhirnya kuurungkan niatku. Kami pun berjalan menyusuri jalan setapak yang mempertemukan kami dengan pos tiket... lho apa ini? Katanya gak ada retribusi uang masuk? Aku pun meminta penjelasan adikku, dianya malah cuma mengangkat bahunya. Sial! Uangku cukup gak nih? Aku pun merogoh-rogoh dompetku mencari tambahan uang.

Fresh from gallery alias baru difoto :D
Uang masuknya sekitar Rp3.000,00/orang. Padahal kami berjumlah 5 orang, butuh uang Rp5.000,00 lagi untuk bisa masuk. Syukurlah ternyata sepupuku membawa uang Rp15.000,00 jadi bisa buat tambahan. Masih ada sisa uang Rp10.000,00 untuk berjaga-jaga barangkali kami perlu ke toilet atau beli minuman. Nah ini penampakan tiket masuknya, katanya uang Rp3.000,00 itu sudah termasuk asuransi. Melalui tiket ini juga aku sadar (baru sadar saat lagi nulis ini) kalau ternyata lokasi curug cantel itu sudah masuk kabupaten Brebes, bukan lagi Kabupaten Tegal. Wah kecewa (?), enggak ding!
Setelah bayar tiket masuk
Setelah mendapatkan tiket masuk untuk kami berlima, mulailah kami berjalan menyusuri jalan setapak sesuai dengan petunjuk disana. Adikku bilang lokasi curugnya tidak jauh dari parkiran dan kami tak perlu susah payah naik-turun bukit. Okelah, aku bisa nyengir dulu.

Kemudian kami disambut dengan aliran sungai berbatu (batunya besar-besar) dan ternyata kami harus menyeberangi sungai itu dan berjalan menaiki bukit.
Sungai berbatu menyambut perjalanan kami
Aku melotot lagi ke adikku, dia bilang sudah banyak perubahan di lokasinya. Dulunya dia cukup menyusuri tepian sungai itu untuk mencapai lokasi curug, namun sekaran jalan untuk menuju tepian sungai ditutup yang berarti bahwa kami harus menggunakan tenaga ekstra untuk menaiki bukit.

Okelah, jalan setapaknya sudah ada, kami tinggal mengikuti jalan dan petunjuknya. Awalnya aku optimis, jalannya gak begitu ekstrim dengan tanjakan atau turunan tajam. Baru sebentar akumenyunggingkan senyum, mataku melebar melihat undakan tangga batu yang licin karena ada rembesan air yang membuat batu itu basah.

Parahnya undakan itu tepat di ujung jurang! Terlebih ga ada pegangan dari kayu atau apa yang bisa membantu kami, sebaliknya kami harus merangkak hati-hati menaiki undakan tangga yang kemiringannya kutaksir sampai 40 derajat. Ekstrim!

undakan batu licin yang ekstrim!

trek setelah bebas dari undakan batu licin
Aku yang takut ketinggian benar-benar waspada dalam menginjakkan kakiku. Meski tertatih-tatih (apaan -_-) akhirnya aku bisa sampai atas juga :D Jalanan selanjutnya tidak begitu ekstrim karena cukup lebar dan terbuat dari tanah, bukannya batu!

Di pertengahan perjalanan kami, kami disuguhkan dengan pemandangan curug lima atau aku menyebutnya pancuran lima. Yaitu lima mata air yang keluar dari bebatuan di tebing. Tapi itu bukan tujuan kami, curug lima itu hanya sebagai tempat beristirahat bagi para pengunjung yang mungkin kelelahan dan butuh minum. Aku yakin airnya sangat segar untuk diminum, masalah higiene nya air, perlu cek lab dulu deh ya! :p
Pancuran lima
Kami pun melanjutkan perjalanan. Dan ternyata perjalanan menuju lokasi curug cantel lumayan menguras tenaga untuk aku yang sangat jarang berolahraga. Kami kembali menemui undakan batu licin dan jalan sempit yang mengharuskan kami berhati-hati. Tapi ternyata kami tak memerlukan waktu lama untuk tiba di lokasi curugnya, penilaianku lebih baik sih daripada dua curug yang pernah kukunjungi sebelumnya.
Asli, ini tinggi banget!
Kami disambut dengan percikan dingin dari curug yang tingginya antara 25-30 meter itu. Kata adik laki-lakiku, mungkin curug cantel ini yang tertinggi di antara curug-curug lainnya di Kabupaten Tegal hingga Brebes. Kami bisa merasakan percikan air dari jarak sekitar 15 meter dari lokasi curug, dan itu membuat kami semakin bersemangat untuk mendekat.

Jembatan kayu yang cuma muat 8 orang aja
Ada jembatan yang terbuat dari kayu (kapasitas 8 orang) dan tangga yang juga terbuat dari kayu yang memudahkan kami untuk menyeberang sungai dengan aliran deras itu. Perlu hati-hati juga ya buat para pengunjung, karena sungainya berbatu besar dan licin.

Tangganya juga licin kena percikan air -_-
Selain percikan air dingin dari curug yang membuat kami berteriak senang juga karena ada lengkung pelangi di sekitar air terjun. Banyak pengunjung yang berebutan foto di dekat lengkung pelangi itu. Aku sih cukup melihatnya saja sudah senang, aku enggan lebih mendekat lagi ke lokasi air terjun karena pasti akan membuat seluruh tubuhku basah. Sementara adik laki-lakiku menceramahi kami tentang mekanisme terbentuknya pelangi itu. Hadeuh!


Keliatan gak lengkung pelanginya?
Tidak, aku harus tetap kering karena perjalanan pulang nanti juga sudah cukup membuat tubuhku kaku karena kedinginan. Aku pun berdiri di atas sebuah batu yang lumayan licin dalam jarak sekitar 5 meter dari lokasi curug dan hanya bertahan beberapa menit saja karena tubuhku sudah mulai basah terkena percikan airnya.

Cukup banyak pengunjung yang datang saat itu, dari mulai anak-anak hingga orang dewasa. Aku memang cukup kesulitan tadi karena memakai rok panjang dan sepatu yang cukup licin jika terkena air. Jadi aku membuat catatan untuk diriku sendiri untuk tidak memakai rok panjang dan sepatu ini lagi jika mau main ke curug lainnya.

Setelah puas berfoto, kami pun memutuskan untuk pulang. Terlebih aku ingat bahwa kami harus pulang ke rumah setelah ashar, sehingga aku meminta pulang setelah baru sekitar 15 menit kami menikmati curug cantel.

Aku mendengus kesal karena harus melewati jalan ekstrim itu lagi dan bukannya menyusuri tepian sungai seperti yang telah kami rencanakan sebelumnya. Tapi setelah satu kali melewati jalan ekstrim itu membuat kami lebih mengenal medan dan ternyata perjalanan pulang kami tak sesulit perjalanan awal kami. Undakan batu yang licin itu juga tak se-ekstrim saat awal kami mencoba menaikinya. See? Kadang sesuatu yang kita pikir sulit ternyata bisa jadi mudah. Just do it, and you will know.

Syukurlah kami sudah tak berada di sekitar curug saat hujan deras tiba-tiba mengguyur kami, meskipun kami harus rela berteduh sampai beberapa kali karena hujan yang turun mempermainkan kami, kadang deras kadang tidak. Gak kebayang deh kalau kami harus meleati jalan ekstrim itu dengan derasnya hujan yang mengguyur yang pasti membuat jalannya makin licin dan ekstrim! Hahaha :D

Kami akhirnya menghembuskan napas lega saat akhirnya kami sampai di rumah pakde dengan selamat. Meskipun motor yang dikendarai adik laki-lakiku bersamaku hampir jatuh di jalanan yang licin setelah tersiram hujan. Kami pun segera bersiap-siap untuk pulang sambil mengeringkan tubuh kami saat bude bilang, "nginep aja disini, besok ke Guci pagi-pagi!". Duh ya, kenapa harus kayak gini? Mana tau aku kalau mau nginep, gak bawa baju ganti, gak prepare apa-apa lagi! -_-

Satu catatan dariku untuk objek wisata curug cantel dan curug-curug lainnya:
Memang benar objek wisata semacam ini menawarkan pengalaman untuk lebih dekat dengan alam dan merasakan perjuangan untuk survive hingga sampai di lokasi. Tapi masalah safety juga masih perlu dipertimbangkan, terutama jika rute yang harus dilalui cukup ekstrim. Meskipun dikatakan bahwa harga tiket masuk sudah termasuk asuransi, aku tetap gak yakin bahwa pihak pengelola bertanggungjawab sepenuhnya karena kulihat tidak ada guide ataupun pengawas yang memantau kami dan rutenya pun cukup berbahaya karena berbatasan langsung dengan tebing tinggi dan jurang.

Yah, bagi orang yang terbiasa dengan medan seperti ini mungkin biasa. Tapi bagi orang sepertiku yang takut ketinggian, cukup membuat kakiku gemetaran karena khawatir tergelincir jatuh. Bidang pariwisata di Indonesia kurasa menjadi salah satu penyumbang devisa negara. Terlebih dengan adanya objek wisata seperti ini dapat menguntungkan warga sekitar dalam meningkatkan pendapatan ekonominya. Tapi tentu harapan semua orang bahwa apa yang pengunjung usahakan untuk mendukung objek wisata juga diiringi dengan fasilitas yang memadai dan manusia-able. Bukan fasilitas seadanya yang seolah belum siap untuk digunakan oleh umum.

Mohon jangan memandang saya sebagai jones dengan bayang-bayang pasangan di belakang :(

Nah, segini dulu ya ceritanya. Nanti kusambung lagi dengan pos lainnya tentang waduk cacaban yang baru kemarin kukunjungi.

0 komentar:

Posting Komentar