Tanggal 22 Maret yang
lalu aku mengikuti kelas Kesehatan Reproduksi: basic of sex education. Acara
ini diselenggarakan oleh UsSeCC (Unnes Sex Care Community) sebuah organisasi
yang sekarang menjadi UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa). Acara ini
dilaksanakan di gedung C4 UNNES. Walaupun hampir nyasar di area fakultas ilmu
sosial (FIS) akhirnya bisa nyampe setelah ketemu orang yang mau ikut acara yang
sama.
Ada dua pembicara dalam acara ini,
dua-duanya dosenku di IKM. Materi yang disampaikan masih sangat umum, tapi
lagi-lagi menamparku dengan sebuah kenyataan bahwa masih banyak masalah
kesehatan reproduksi yang sekarang sudah semakin meluas di masyarakat. Semua
berawal dari cara hidup yang salah semasa muda, termasuk pergaulan bebas yang
menjadi salah satu faktor penularan HIV/AIDS.
Kasus HIV/AIDS di Propinsi Jawa Tengah dalam 5 tahun terakhir ini
mengalami peningkatan yang cukup berarti, dari 14 kasus pada tahun 2000 menjadi
158 kasus pada tahun 2005. Proporsi terbesar kasus HIV terdapat pada golongan
umur 20-24 tahun, sedangkan proporsi AIDS terbesar terdapat pada golongan umur
25-29 tahun, yang mana merupakan golongan umur remaja dan dewasa muda.
Penelitian yang
dilakukan oleh berbagai institusi di Indonesia selama kurun waktu tahun 1993-2002,
menemukan bahwa lima sampai sepuluh persen wanita dan delapan belas sampai tiga
puluh delapan persen pria muda berusia 16-24 tahun telah melakukan hubungan
seksual pranikah dengan pasangan yang seusia mereka. Penelitian-penelitian lain
di Indonesia juga memperkuat gambaran adanya peningkatan risiko pada perilaku
seksual kaum remaja. Temuan-temuan tersebut mengindikasikan bahwa 5%-10% pria
muda usia 15-24 tahun yang tidak/belum menikah, telah melakukan aktivitas seksual yang berisiko.
Selanjutnya hasil dari penelitian mengenai kebutuhan
akan layanan kesehatan reproduksi di 12 kota di
Indonesia pada tahun 1993, menunjukkan bahwa pemahaman mereka akan seksualitas sangat terbatas. Temuan dari berbagai penelitian tersebut menunjukkan bahwa
peningkatan aktivitas seksual di kalangan kaum
remaja, tidak diiringi dengan peningkatan pengetahuan tentang kesehatan seksual
danreproduksi termasuk HIV/AIDS, penyakit menular seksual (PMS) dan alat-alat
kontrasepsi.
HIV/AIDS memang butuh waktu lama
buat benar-benar melumpuhkan kekebalan tubuh kita, tapi masa iya sih mau nunggu
sampe imunitasmu lumpuh? Gimana sama masa depanmu?
Di atas sudah dijelaskan bahwa peningkatan aktivitas
seksual di kalangan kaum remaja, tidak diiringi dengan peningkatan pengetahuan
tentang kesehatan seksual dan reproduksi termasuk HIV/AIDS, penyakit menular
seksual (PMS) dan alat-alat kontrasepsi. Yah, masyarakat Indonesia sendiri
masih menganggap hal-hal yang berbau seksualitas itu tabu untuk dibicarakan,
padahal pendidikan seksualitas yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi
harus diberikan sejak usia dini agar nantinya tidak terjadi kesalahpahaman di
usia remaja dan dijadikan ajang coba-coba.
Bukankah yang menentukan kepribadian
seseorang saat remaja ditentukan oleh pendidikan di masa kanak-kanak?
Seringkali orang tua malu untuk mengatakan yang sebenarnya saat sang anak
bertanya perihal seksualitas. Mungkin yang menjadi pertimbangan adalah usia,
karena anak mereka terlalu muda maka orang tua merasa risih untuk
menjelaskannya.
Kemudian kurangnya bimbingan dari orang tua juga
menyebabkan kesalahpahaman anak tentang seksualitas. Orang tua tentu saja tidak
bisa terus mengawasi anak mereka, oleh karena itu mereka menyerahkan pendidikan
anak mereka kepada sekolah. Mereka beranggapan bahwa pendidikan di sekolah
lebih baik untuk membentuk karakter anak mereka, sehingga jika karakter anak
yang terbentuk tidak sesuai harapan mereka, maka mereka akan langsung
menyerahkan letak kesalahan pada sekolah tempat anak mereka menuntut ilmu.
Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak
menuju dewasa. Remaja adalah anak usia 10-24 tahun. Aku sendiri yang masih
remaja mengaku pernah mengalami “krisis identitas”, karena bingung menentukan
mana yang baik dan mana yang buruk. Aku (remaja) butuh bimbinga, terutama dari
orang tua. Gak masalah kalau aku pernah salah memilih, trial and error, jika tidak dicoba maka tidak akan tahu kesalahan kita.
Tapi proses ini tidak bisa sepenuhnya diserahkan ke anak, mereka butuh
bimbingan dan panutan yang bisa mengarahkan mereka ke dalam hal positif.
Data komnas perlindungan anak dari Januari-Juni 2008
di 33 provinsi, 97% remaja SMP dan SMA pernah menonton film porno, 93,7% remaja
SMP dan SMA pernah berciuman, melakukan rangsangan genital dan oral seks, 62,7%
remaja putri tidak perawan dan 21,2% remaja melakukan aborsi.
Riset yang dilakukan Kotex BodyLife Knowledge di 6
negara Asia (Singapura, Malaysia, Indonesia, Vietnam, Filipina, dan India) pada
1800 responden usia 16-24 tahun ditemukan fakta bahwa dari seluruh responden di
Asia, terutama di Asia Selatan, hanya 3% dari mereka yang dapat menjawab seluruh pertanyaan
seputar pengetahuan dari tubuhnya dengan benar. Sementara itu, 8 dari 10
responden perempuan tidak mengetahui jumlah lubang pada organ intimnya.
Kurangnya pengetahuan tentang seksualitas dan
kesehatan reproduki di kalangan remaja membuat mereka yang notabene adalah
generasi yang rasa ingin tahunya besar, melakukan coba-coba dengan melakukan
seks pranikah. Hal ini diikuti dengan penyebaran Penyakit Menular Seksual (PMS)
yang tidak terkontrol. Karena kasus PMS ini seperti gunung di bawah laut. Hanya
puncaknya yang terlihat menyembul sedikit di permukaan, padahal di bawah
permukaan yang tidak terlihat masalah sudah semakin membesar.
Adakalanya orang tua memberikan kebebasan kepada
sang anak dalam melalui masa mudanya. Namun,
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan orangtua saat memberikan kebebasan
kepada sang anak:
1.
Berikan pendidikan seks yang
benar
2.
Cermati teman bermain
3.
Perhatikan jejaring sosialnya
4.
Berikan pemahaman agama yang
benar
Nah, masihkah kalian (terutama orang tua)
beranggapan bahwa pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi tidak penting
diberikan sejak dini? Seperti slogan kesehatan yang sudah lama dikenal di
masyarakat: Mencegah lebih baik daripada
mengobati.
Salam
Public Health!
Sumber:
Suryoputro, Antono. MAKARA, KESEHATAN, VOL. 10, NO. 1, JUNI 2006: 29-40.
http://muda.kompasiana.com/2013/12/26/ketika-anak-ingin-bebas-621769.html
http://books.google.co.id/books?hl=en&lr=&id=sK9qvjmvV94C&oi=fnd&pg=PA3&dq=kesalahpahaman+anak+terhadap+masalah+seks&ots=FJ1tKoNxpp&sig=bVJfoEKncOOZKSiy0CSjad7seto&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false
pendidikan seperti ini memang sangat diperlukan yia bos, biar ga semakin parah yia bos..
BalasHapus