Selasa, 29 Mei 2018

Pelatihan Pencerah Nusantara VI (Part 1)

Sampai saat ini, aku masih bertanya-tanya. Apakah keputusanku ini hanyalah pelarianku saja, ataukah ini memang jalan yang dipilihkan Tuhan untuk membawaku jadi orang yang lebih baik?
Bukan main kebimbangan yang kurasakan setelah namaku muncul di antara 26 orang beruntung yang diberi kesempatan oleh Tuhan untuk menjadi Pencerah Nusantara. Aku memang bertekad untuk mendaftar dan mengikuti seleksi dengan sungguh-sungguh. Tapi, rasa ketidakpercayaan diri yang begitu besar ini terus menghalangiku untuk yakin, bahwa inilah yang kuinginkan dan syukurnya dikabulkan.

Persiapan Keberangkatan Training
Tidak banyak waktu yang bisa digunakan untuk persiapan penugasan dan perpisahan dengan keluarga dan teman-teman. Aku bahkan baru berani pamitan setelah semua urusan administrasi selesai. Hal-hal yang perlu disiapkan antara lain ijazah, sertifikat, STR, NPWP, BPJS Kesehatan, Medical Check Up. Nah sesi medical check up ini sih yang banyak banget. Untuk MCU nya sendiri aku butuh seharian di RS buat ambil darah 2 kali di kedua lengan (untuk gula darah pre post), EKG, urine test, pemeriksaan mata, dan thorax photo. Banyak banget yang heran sampai nanyain buat apa aku melakukan MCU selengkap itu. Oh ya, hal lain di luar urusan administratif adalah berolahraga. Kami sudah diberitahu untuk melakukan olahraga untuk persiapan training karena selama training nanti kami akan olah fisik setiap hari. Apalagi di hari-hari pertama training kami langsung dijadwalkan survival di alam. Aku tiba-tiba jadi orang yang sangat rajin berolahraga. Setiap pagi sehabis shalat subuh aku melakukan jogging di jalanan desa selama 30 menit, dilanjut push up dan sit up. Itu kulakukan secara rutin dengan intensitas latihan yang terus meningkat setiap 3-4 hari.

Training dimulai....
Senin, 12 Maret 2018 aku berangkat ke Jakarta untuk mengikuti pelatihan Pencerah Nusantara VI. Pelatihan akan dimulai esok harinya, namun semua peserta harus sudah tiba di Jakarta sehari sebelumnya. H-1 pelatihan kami gunakan untuk saling berkenalan dan mengurus urusan administrasi. Karena selama pelatihan, kami tidak diperkenankan untuk berkomunikasi dengan orang luar kecuali hal-hal mendesak. Semua alat komunikasi kami disita dan hanya diberikan di hari Sabtu malam sampai Senin pagi.

Hari Selasa kami mengikuti upacara pembukaan yang sangat menyenangkan. Kami berbaris masuk satu persatu ke dalam ruangan disambut tepukan meriah dari seluruh crew CISDI, seolah kami adalah pejuang yang baru pulang dari perang membawa kemenangan. Kami juga diminta untuk memperkenalkan diri dengan cara menyebutkan hal-hal unik atau aneh di dalam kebiasaan kami. Selesai sesi pembukaan yang menyenangkan, kami langsung dihadapkan pada sesi pertama pelatihan yaitu survival and team building. Ini sesi yang paling membuatku khawatir sejak awal, karena kami akan berlatih untuk bertahan hidup dalam kondisi minimal di alam bebas. Bayanganku sejak sebelum pelatihan, ini akan jadi sesi yang paling menyiksa. Kami meninggalkan koper-koper kami di Graha Wisata Remaja TMII yang mana nantinya akan jadi tempat tinggal dan tempat training kami di Jakarta.

Survival and Team Building
Kami dibawa ke Kabupaten Bandung. Aku excited karena sudah dari lama aku pengen ke Bandung, dan akhirnya tercapai hari itu. Sampai di Bandung, satu persatu bersama tim kami diturunkan di Soreang, Kabupaten Bandung. Tim ku yaitu Muara Enim menjadi tim ke-6 yang diturunkan di pinggir jalan. Kami hanya dibekali uang 75rb per orang yang harus cukup untuk biaya transport hingga makan malam kami. Kami diminta untuk datang ke Balai Desa Rancabalik sebelum petang, entah gimana caranya.

Kebetulan di tim kami ada orang Bandung, tapi ya ga ngaruh juga karena dia gabisa bahasa sunda dan gatau jalan -_- Kami pikir bisa menghemat uang, karena gatau bakal ada apa di jalan sementara kami tidak membawa uang sepeserpun (walaupun ternyata di saku jaketku ada uang 2 ribu rupiah). Kami tanpa rasa malu berusaha meminta tumpangan pada setiap mobil bak terbuka yang lewat. Satu dua, gagal, tapi akhirnya ada satu mobil bak yang mau berhenti dan menumpangi kami. Kami dapat tumpangan gratis sampai di pertigaan Soreang, lalu kami melanjutkan perjalanan dengan angkutan umum setelah memastikan kalau ongkosnya gak menghabiskan semua uang perbekalan dari panitia.

Sampai di Kelurahan Rancabalik, kami diberi tugas untuk esok harinya dan kami mencari rumah warga yang sudah ditetapkan akan memberi tumpangan tempat beristirahat untuk kami. Kajian etnografi dimulai disana, kami mempelajari informasi dari Pak RT (lupa namanya) mengenai warga Kelurahan Rancabalik. Di dalam satu rumah ada dua tim, kebetulan kami bareng sama tim Gunung Mas yang isinya cewek semua. Bang Edo di kamar terpisah karena dia jantan sendiri.

Besoknya kami bersiap pagi-pagi menggunakan seragam PDH khas lapangan. Ternyata kami ber-26 dibawa ke bumi perkemahan Ciwidey yang berada di atas Kelurahan Rancabalik. Kami berjalan kaki menyusuri perkebunan terasering dengan ketinggian yang cukup landai tapi lumayan bikin lelah juga karena barang bawaan kami.

Sampai disana kami membongkar semua barang bawaan kami dan memisahkan perbekalan yang akan dibawa selama masa survival. Kami dibekali peralatan kemah dan alat memasak khas lapangan yang nama-namanya baru banget kudengar: masting, parafin, dsb. Training dimulai dengan olah fisik: push up, sit up, back up, lari, jalan jongkok. Sorenya kami langsung dilatih membangun tenda dan kami digabung dengan tim Aceh Selatan dalam satu tenda.



Itu bukan yang pertama kali sih aku bangun tenda, tapi udah lama kan ga berurusan sama hal-hal begini. Kami nyoba beberapa kali model tenda supaya muat untuk 7 orang, terutama supaya Bang Edo yang punya badan paling bongsor bisa nyaman selonjoran wkwk. Sampai hampir petang dan kami belum selesai bangun tenda, kayu bakar belum terkumpul banyak. Sampai udah jadi tenda kami, eh dibilang kalau kandang babi lebih bagus dari tenda kami. Errr -_-

Sedang berdiskusi mengenai model tenda terbaik

Mereka lagi bikin tali temali tuh

Kami maksa deh, bodoamat dibilang lebih bagus kandang babi juga. Sudah lelah, lapar, dan mau hujan. Hari-hari selanjutnya terasa makin asyik dan berat juga sih. Latihan fisik makin berat, sampe kami dihukum push up 100 kali gegara melebihi limit waktu makan. Yakali makan sebanyak itu, aku sampe harus maksain berbagi nasi ke teman-teman yang walopun mukanya udah kekenyangan mau muntah, aku menunjukkan ekspresi memelas yang gabisa ditolak mereka wkwk.
Hukuman yang saking biasanya sampe bisa kami jadikan ajang bergosip
Banyak aturan, hukuman olah fisik, ditambah beban carrier yang harus dibawa muncak. Hukuman olah fisik seperti push up 100 kali dengan hitungan 1/4, 1/2, 1 itu biasa kami terima jika kami melanggar peraturan misalnya telat menghabiskan makanan. Sepatu PDH ku yang kebesaran dan keras banget beradu sama telapak kakiku yang isinya tulang sama angin doang, di hari ketiga telapak kakiku benar-benar mati rasa, nyeri banget dipake jalan. Sampe aku merengek minta ganti sepatu, eh ga dibolehin. Untung Bang Edo sabar mijitin kakiku yang kram, ditambah Eka yang terus nyemangatin.
Ini satu-satunya sesi paling menyenangkan selain makan dan tidur

Hidup di hutan, membangun tenda darurat, makan dedaunan hutan sampe minum air sulfur. Ada cerita menyenangkan sih, kalau pagi sampe siang kami biasanya ada sesi team building yang menyenangkan dengan permainan-permainan gitu. Kami sering dikritik kalau tim kami kurang solid, tidak bisa percaya satu sama lain, dan banyak lagi. Ya gimana, kami benar-benar baru bertemu dan kenalan beberapa hari sebelum kesini. Aku ingat banget pas tau ditempatkan dalam satu tim sama mereka, aku gak bisa tidur semalaman. Kukira mereka adalah orang-orang yang royal, biasa hidup mewah, orang-orang hebat yang gak bisa kuimbangi lah, paling tidak gaya hdupnya. Eh ternyata aku salah, mereka adalah orang-orang yang sederhana dan mau hidup susah.
Tim Muara Enim saat sedang berusaha memecahkan teka-teki logika
Puncak dari sesi training ini adalah kami disuruh masuk ke dalam kolam lumpur dan harus merangkak dari sisi kolam yang satu ke sisi kolam yang lain. Itu lumpurnya tebal banget dan licin, kalau salah berpijak, bisa-bisa kaki kami masuk dan terperangkap di dalam lumpur. Setelahnya, kami berjongkok di dalam kolam sampai airnya setinggi dada kami, lalu kami diminta saling berpegangan tangan. Kami membuat dua barisan, saling berpegang tangan dengan teman di kanan kiri kami, dan berhadapan dengan teman-teman di barisan lain. Rasanya semua kenangan pahit, rasa lelah dan putus asa kami dijawab saat itu. Kami baru menyadari perubahan yang terjadi sebelum dan sesudah kami melakukan sesi training yang menyiksa itu.
Itu aku udah senang sih karena mau berenang, eh ternyata isinya lumpur semua -_-

Nangis sambil kegelian karena ada ikan-ikan kecil menggeliat di bawah telapak kaki
Ada waktu satu tahun yang akan kami habiskan bersama di penempatan. Jika kami tidak kompak, mudah menyerah, dan menganggap berat perjalanan kami, maka kami tidak akan bisa. Kami adalah orang-orang terpilih dari ribuan orang baik yang memiliki mimpi untuk membangun negeri. Kami adalah orang-orang yang rela meninggalkan keluarga, sahabat, dan segala kenikmatan dan kenyamanan di rumah demi ikut berkontribusi. Akan ada tantangan, hambatan, dan masalah dalam perjalanan kami nanti, tetapi teman-teman di kanan-kiri dan di hadapan kamilah yang akan menggenggam tangan kami untuk saling menguatkan.

Disini, kami merasakan betapa satu potong semangka dan satu potong pisang goreng bisa jadi hal mewah dan kami tidak ingin menikmatinya sendiri. Kami juga merasakan betapa jiwa korsa begitu melekat di hati kami sampai kami berpikir ulang untuk saling meninggalkan. Hal yang terus menguatkanku adalah pemikiran bahwa beratnya training ini tidak akan lebih berat saat nanti kami hanya bertiga atau berempat menghadapi 10.000-30.000 jiwa dengan isi kepala yang berbeda-beda, mencoba menggubah pemikiran mereka tentang paradigma hidup sehat. Kesalahan yang kami buat hari ini masih bisa diperbaiki, namun kesalahan yang kami buat saat di penempatan nanti pastilah membawa dampak yang kita tidak tahu seperti apa. Jika kami takut melangkah, maka siapa yang akan membawa perubahan? Jika tidak dimulai sekarang, maka kapan lagi?

Ini wajah terbaik kami yang baru mandi setelah 4 hari penuh daki






0 komentar:

Posting Komentar