(Nayla kecil)
Gadis itu gemetar memegangi sekop pasir mainannya. Matanya membentuk bulatan sempurna. Meski takut kini menjalari sekujur tubuhnya, namun apa yang ia lihat kini membuatnya takjub. Ia tak menyangka bahwa langit biru yang selalu ia sanjung, akan berubah hitam pekat menakutkan seperti sekarang ini. Ia berfikir apakah langit marah karena ia main di luar rumah terlalu sore? Seperti yang selalu pria yang ia sebut Ayah itu lakukan. Marah jika mendapatinya menginjakkan kakinya di halaman depan rumah sendirian.
Dari dalam rumah seorang wanita terlihat berlari tergopoh-gopoh menghampiri gadis kecil. Gugup menyusul gadis kecil yang masih saja duduk takjub di atas rumput yang sudah tak kelihatan warna hijaunya. Dengan sekali uluran tangan wanita itu menggendong gadis kecil. Memeluknya dalam dekapan hangat melindungi.
“Nayla, kenapa masih di luar sayang?” ujar wanita itu lembut di telinga si gadis kecil. Gadis kecil semakin meringkuk di dalam dekapan hangat ibunya. Menenggelamkan kepalanya di antara dada ibunya.
“Ayo masuk sayang. Kamu sudah aman sekarang.” Ujar wanita itu meletakkan gadis kecil di atas sofa ruang tamu. “Kamu pasti ketakutan. Ibu buatkan susu hangat untukmu ya,” ujarnya sambil berlalu meninggalkan gadis kecil.
Tak lama berselang terdengar suara gebrakan keras dari pintu kamar tidur utama. Seorang pria tinggi-besar telah berdiri di ambang pintu. Menatap tajam seperti ingin mencabik-cabik siapa saja yang dilihatnya. Terlihat amarahnya buncah dan siap meledak. Gadis kecil itu melihat ibunya yang sedikit gemetaran. Mungkin karena kaget, atau bahkan ketakutan.
“Kenapa kaubiarkan dia keluar?! Sudah kubilang ia harus tetap di dalam!” bentaknya kasar membahana. Mengalahkan amukan petir yang menggelegar menggetarkan bumi.
“Sekali-kali kan nggak pa-pa, Yah. Lagian sepi di luar.” Ujar ibunya membela diri.
“Alah, omong kosong! Kaukira tidak ada mata yang melihat? Pasti ada satu-dua. Lalu mereka akan mencibir senang dan menertawakanku karena aku punya anak perempuan. Puas kau? Dasar wanita tak berguna!” satu pukulan keras menghantam tubuh wanita itu. Wanita itu tersungkur di lantai.
“Ngapain kamu di situ, anak bodoh? Cepat masuk ke kamar!” bentaknya pada gadis kecil. Ia langsung turun dari sofa dan berlari ke dalam kamarnya.
Di dalam kamarnya, ia meringkuk ketakutan di tepi ranjangnya. Bersama boneka teddy bear di pelukannya. Dari dalam kamarnya pun ia masih bisa mendengar gaduh suara di ruang tengah. Saling bersahutan menyaingi gelegar petir. Dentuman-dentuman keras ia dengar dan di antaranya ia mendengar teriakan kesakitan dari wanita yang paling disayanginya. Gadis kecil gemetar sambil menahan tangis. Hingga ia tertidur dengan deraian air mata yang membentuk anak sungai di sekitar pipinya yang seperti bulatan pasir yang tadi dibuatnya.
Awan yang menghitam kini tak mampu lagi menahan isinya, sehingga ia memuntahkan seluruh isinya ke bumi, menyegarkan alam yang kehausan. Bau tanah yang baru tersiram air hujan pun menyeruak ke indra penciuman siapapun. Baunya hangat dan menenangkan. Namun dingin yang ikut menghambur bersama air hujan membuat bekas lelehan air mata di pipi gadis kecil itu, Nayla seakan membeku. Lengket ia rasakan di wajahnya.
Jari-jari kurus itu membelai rambut Nayla dengan lembut, menandakan kasih sayang pemilik jari-jari itu padanya. Nayla kecil menggeliat, agak susah untuk membuka matanya yang lengket. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya dengan lucu, beradaptasi dengan lampu kamarnya yang menyala terang. Samar-samar dilihatnya ibunya duduk di sampingnya dan tersenyum padanya. Wajah ibu terlihat lelah, ujung bibirnya biru dan agak bengkak. Nayla duduk di samping ibunya.
“Ibu kenapa?” tanyanya polos sambil membelai wajah ibunya dengan tangan mungilnya.
“Ibu gak papa sayang, Nayla lapar kan? Ibu bawakan Nayla makanan.”
“Ibu di sini aja ya, biar ayah gak jahatin ibu lagi.”
“Sayang, ayah gak jahat kok. Ibu yang gak nurut sama ayah. Kalo ibu nurut sama ayah pasti ayah gak jahat sama ibu. Nayla juga harus nurut sama ayah biar Nayla gak dihukum sama ayah ya sayang.” Petuah ibu pada Nayla, sambil tangannya menyuapkan bubur ke mulut Nayla. Nayla kecil mengangguk polos sampai poni rambutnya bergerak-gerak lucu.
Sabtu, 11 Juli 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar