Kembali ke Jakarta
Akhirnya 4 hari survival and team building selesai, lupa deh segala kebencianku sama pelatih yang menurutku kejam wkwk. Tapi aku trauma banget sih pasca dihukum rol depan sepanjang kurang lebih 100 meter bolak balik karena aku salah mengikuti instruksi. Gak mau lagi ketemu orang yang menghukum kami. Denger namanya aja aku udah bergidik ngeri.
Kami kembali ke Jakarta dengan penuh canda tawa dan hati lega. Semua tertidur sampai tiba-tiba kami dibangunkan dan bus kami sudah tiba di depan Graha Wisata Remaja TMII. Bak pulang dari medan perang, kami pulang membawa sepatu penuh lumpur, kantong plastik penuh pakaian basah berlumpur dan bau amis.
Pelatihan penuh fasilitas manja pun dimulai. Dibandingkan bivak kami di hutan, jelas ranjang susun dengan AC full di kamar asrama kami lebih menggiurkan. Meskipun sama dengan pelatihan survival sebelumnya, setiap pagi kami harus berolahraga dengan rangkaian pemanasan-jogging-push up-sit up-back up juga dengan yel-yelnya. Bedanya tidak ada yang menghukum kami jika kami salah gerakan atau tidak kompak dalam menyanyikan yel-yel. Setiap hari kami harus berolahraga pagi pukul 05.30 dan kembali ke asrama untuk mandi dan makan pada pukul 06.00 WIB. Ini adalah waktu yang kami sepakati bersama, panitia membebaskan kami mengatur sendiri jadwal harian kami di luar sesi belajar termasuk peraturan selama di asrama maupun di kelas.
Dan ternyata pelatihan di dalam gedung memiliki tantangan lain. NGANTUK. Ya bayangin aja kami mulai pelatihan pukul 08.00 sampai 22.00 WIB. Kalau gak ada tugas, kami diharuskan tidur pukul 23.00 WIB tapi ya seringnya susah untuk bisa menyelesaikan semua aktivitas dan pergi tidur jam segitu. Ada yang masih mandi lah, nyuci lah, ngobrol lah. Biasanya kamar-kamar kami baru bisa hening lewat pukul 00.00 setiap harinya. Segala upaya dikerahkan panitia supaya kami bersemangat mengikuti sesi kelas yang padat merayap kayak arus mudik-arus balik.
Kami diberi makan 3x sehari dengan lauk bervariasi (minimal 3 menu setiap makan), snack diberikan 2 kali setap hari (pagi dan sore) dengan minimal 3 jenis. Kopi, teh, air hangat, air dingin tersedia terus di meja saji yang letaknya di sudut kelas. Ice breaking dengan tim piket yang selalu lembur malam sebelumnya mencari bahan sebanyak-banyaknya. FYI, supaya ga ngantuk dan sebagai upaya membakar kalori setelah makan berkali-kali, kami melakukan ice breaking dengan nyanyi, nari, games, dsb bisa tiap 30 menit sekali. Tapi ya, walaupun kami sudah olahraga 30 menit tiap pagi dan gerak-gerak terus waktu ice breaking, tetap aja BB kami semua naik. Ini adalah pencapaian BB ku yang paling tinggi, dimana BB ku bisa naik 3 kg dalam waktu singkat. Di saat teman-teman yang lain selalu ngeri liat timbangan, aku selalu berseri melihat timbanganku naik.
Ada yang unik dalam cara kami mengalahkan kantuk. Pesan berantai bertuliskan "Jangan ngantuk!" yang ditulis di sticky notes dan menempel pada sebotol F*resh Care adalah hal yang dinanti. Setiap orang akan mengoleskan roll on nya di kening kanan-kiri dekat mata. Tujuannya supaya mata kami kembali segar karena aroma mint dan rasa pedas-panas-dinginnya. Bahkan ada yang menggunakan salep pegal linu sebagai penggantinya. Yang penting pedes nyegerin kalau kata Eka mah. Tapi hal itu gak berlaku sih buatku. Bukannya melek, justru mataku makin menutup karena saking pedasnya sampe gakbisa buka mata.
Sesi belajar yang menyenangkan bagi kami adalah sesi yang lebih banyak melibatkan praktik daripada ceramah. Kantuk kami selalu hilang jika kami diberi tugas dalam waktu tertentu yang mengharuskan kami berdiskusi-membuat media presentasi-presentasi-tanya jawab. Pokoknya sesi apa aja asal kami tidak hanya duduk mendengarkan. Kami bahkan bisa tiba-tiba jadi anak TK karena selalu bersemangat tiap kali sesi ice breaking bermain tepuk-tepukan atau nari-nari lucu ala anak TK.
Materi yang padat, berat, dan terkadang sulit dicerna ditambah ketidakmampuan kami menahan tekanan sebagai "pelari terakhir" yang akan menutup semua program akhirnya membuat kami tertekan. Untungnya ada "SUGAR BOX" yaitu kantung-kantung kertas berisikan nama kami yang berfungsi semacam loker pribadi. Karena hape kami disita, kami memanfaatkan sugar box sebagai cara untuk saling menyemangati satu sama lain lewat pesan singkat yang ditulis di sticky notes bersama dengan permen atau makanan ringan lain yang menempel bersamanya. Pesan-pesan berisi "semangat!" atau "Jangan ngantuk" atau "Kamu itu keren" itu sangat mampu menghibur kami dan memberi kekuatan baru.
Setiap akhir pekan, kami akan melakukan refleksi diri dengan cara saling memberikan feedback terkait pelatihan seminggu yang lalu. Kami akan saling memberikan komentar, kritik dan saran satu sama lain. Ini jadi sesi bounding team karena kami bisa memiliki quality time bersama teman-teman satu tim. Walaupun di sesi belajar kami sering dikelompokkan bersama tim, tapi jarang sekali kami bisa ngobrol dari hati ke hati tentang diri kami masing-masing. Tim ku sering curi-curi waktu; saat makan, saat istirahat, bahkan saat mengerjakan tugas bareng, diselingi dengan curhatan receh dimulai dari mantan, hobi, cita-cita.
Hal yang buat aku salut adalah fakta bahwa panitia pelatihan mengawasi perkembangan kami baik dari segi fisik, mental, dan psikologis selama pelatihan. Tiap minggu kami akan diberi selembar kertas berisi penilaian diri yang harus kami isi berdasarkan sudut pandang kami. Nantinya itu akan dicocokkan dengan penilaian dari panitia sebagai "sudut pandang lain" dan jika ditemukan ketidakcocokan, itu akan dievaluasi dengan cara panitia akan ngobrol bersama yang bersangkutan. Iya, seserius itu mereka mempersiapkan kami.
Pelatihan kami selalu diupayakan bervariasi, dan mereka mengaturnya dengan begitu rapi sampai kami mencapai titik perkembangan diri yang jauh daripada sebelumnya. Di minggu keempat pelatihan, kami belajar di luar tempat yang biasanya dan kami dipisah berdasarkan keilmuan kami. Tenaga medis akan belajar di RSCM sedangkan tenaga non-medis akan belajar di kantor CISDI. Hal itu berlangsung seminggu. Sebagai satu-satunya non-medis di tim, hal ini yang sebenarnya kukhawatirkan. Aku merasa ciut aja sebagai seorang tenaga non-medis, aku khawatir tidak bisa banyak membantu ketika berada di penempatan.
Namun aku justru mengalami hal yang berbeda. Disinilah kolaborasi interprofesi itu terasa. Walaupun kami belajar di tempat terpisah, tapi aku bisa menemukan benang merah dimana kami belajar untuk saling melengkapi. Di asrama, kami akan saling sharing mengenai apa yang kami pelajari. Secara garis besar saja, tapi aku tahu ada kesamaan dan hubungan antara keilmuan yang kami pelajari. Bahwa menyelesaikan masalah kesehatan membutuhkan penanganan dari berbagai elemen. Medis dan non-medis, bahkan sektor lain yang secara kasat mata tidak ada hubungannya dengan kesehatan. Disinilah kolaborasi menjadi kunci keberhasilan.
Minggu terakhir pelatihan adalah minggu paling menyenangkan. Kami sudah jauh lebih rileks ditambah materi yang berat sudah kami lalui semua. Tinggal bagaimana kami belajar membentuk sudut pandang kami terhadap masalah. Tentunya sebagai angkatan terakhir, kami belajar menyusun exit strategi untuk menutup program yang telah kami usahakan selama 3 tahun, agar nantinya dapat dilanjutkan oleh aktor lokal di daerah.
Puncak akhir dari pelatihan adalah pelantikan. 15 April 2018, pagi itu kami berkesempatan dilantik langsung oleh Prof. Nila Moeloek, Menteri Kesehatan RI. FYI, Prof. Nila dulunya adalah penanggungjawab Pencerah Nusantara, saat PN masih berada di bawah komando Kantor Utusan Khusus Presiden untuk MDG's. Prof. Nila juga yang membawa model PN menjadi program nasional bernama Nusantara Sehat. Memang bangga bisa bertemu Beliau, namun yang lebih membuatku bangga adalah ketika aku berdiri memberi hormat kepada bendera merah-putih dan menciumnya. Janji yang telah kubuat 4 tahun silam saat aku berhasil masuk PTN dengan beasiswa bidikmisi, akhirnya menemukan jalan untuk dipenuhi. Berbakti dan mengabdi pada negara dengan ilmu yang kupelajari, takdir kembali memberiku kesempatan.
Tengah malam harinya, kami ber-23 orang (3 orang tim Cirebon sudah berangkat lebih dulu sore setelah pelantikan) dibawa ke Bandara Soekarno Hatta untuk benar-benar dilepas. Tiket pesawat telah berada di tangan, dan inilah saatnya kami menerapkan semua yang kami pelajari di pelatihan. Kami saling berpelukan dan menangis haru, lalu saling berjanji bahwa setahun lagi kami akan bertemu kembali di tempat yang sama sebagai orang baru yang lebih baik. Aku dan dua orang rekan tim ku pergi dengan terus memupuk optimisme. Memang kami belum mengenal satu sama lain luar dan dalam, namun hal itu bisa kami pupuk selama 1 tahun di penempatan.
Lupa terhadap semua kekhawatiran dan tekanan, kami tertidur selama perjalanan di dalam pesawat dan membuka mata keesokan paginya di tempat baru. Tempat yang akan menjadi rumah kami selama 1 tahun ke depan. Dan perjalanan singkat kami dimulai.
Pelatihan penuh fasilitas manja pun dimulai. Dibandingkan bivak kami di hutan, jelas ranjang susun dengan AC full di kamar asrama kami lebih menggiurkan. Meskipun sama dengan pelatihan survival sebelumnya, setiap pagi kami harus berolahraga dengan rangkaian pemanasan-jogging-push up-sit up-back up juga dengan yel-yelnya. Bedanya tidak ada yang menghukum kami jika kami salah gerakan atau tidak kompak dalam menyanyikan yel-yel. Setiap hari kami harus berolahraga pagi pukul 05.30 dan kembali ke asrama untuk mandi dan makan pada pukul 06.00 WIB. Ini adalah waktu yang kami sepakati bersama, panitia membebaskan kami mengatur sendiri jadwal harian kami di luar sesi belajar termasuk peraturan selama di asrama maupun di kelas.
Dan ternyata pelatihan di dalam gedung memiliki tantangan lain. NGANTUK. Ya bayangin aja kami mulai pelatihan pukul 08.00 sampai 22.00 WIB. Kalau gak ada tugas, kami diharuskan tidur pukul 23.00 WIB tapi ya seringnya susah untuk bisa menyelesaikan semua aktivitas dan pergi tidur jam segitu. Ada yang masih mandi lah, nyuci lah, ngobrol lah. Biasanya kamar-kamar kami baru bisa hening lewat pukul 00.00 setiap harinya. Segala upaya dikerahkan panitia supaya kami bersemangat mengikuti sesi kelas yang padat merayap kayak arus mudik-arus balik.
Kami diberi makan 3x sehari dengan lauk bervariasi (minimal 3 menu setiap makan), snack diberikan 2 kali setap hari (pagi dan sore) dengan minimal 3 jenis. Kopi, teh, air hangat, air dingin tersedia terus di meja saji yang letaknya di sudut kelas. Ice breaking dengan tim piket yang selalu lembur malam sebelumnya mencari bahan sebanyak-banyaknya. FYI, supaya ga ngantuk dan sebagai upaya membakar kalori setelah makan berkali-kali, kami melakukan ice breaking dengan nyanyi, nari, games, dsb bisa tiap 30 menit sekali. Tapi ya, walaupun kami sudah olahraga 30 menit tiap pagi dan gerak-gerak terus waktu ice breaking, tetap aja BB kami semua naik. Ini adalah pencapaian BB ku yang paling tinggi, dimana BB ku bisa naik 3 kg dalam waktu singkat. Di saat teman-teman yang lain selalu ngeri liat timbangan, aku selalu berseri melihat timbanganku naik.
Ada yang unik dalam cara kami mengalahkan kantuk. Pesan berantai bertuliskan "Jangan ngantuk!" yang ditulis di sticky notes dan menempel pada sebotol F*resh Care adalah hal yang dinanti. Setiap orang akan mengoleskan roll on nya di kening kanan-kiri dekat mata. Tujuannya supaya mata kami kembali segar karena aroma mint dan rasa pedas-panas-dinginnya. Bahkan ada yang menggunakan salep pegal linu sebagai penggantinya. Yang penting pedes nyegerin kalau kata Eka mah. Tapi hal itu gak berlaku sih buatku. Bukannya melek, justru mataku makin menutup karena saking pedasnya sampe gakbisa buka mata.
Sesi belajar yang menyenangkan bagi kami adalah sesi yang lebih banyak melibatkan praktik daripada ceramah. Kantuk kami selalu hilang jika kami diberi tugas dalam waktu tertentu yang mengharuskan kami berdiskusi-membuat media presentasi-presentasi-tanya jawab. Pokoknya sesi apa aja asal kami tidak hanya duduk mendengarkan. Kami bahkan bisa tiba-tiba jadi anak TK karena selalu bersemangat tiap kali sesi ice breaking bermain tepuk-tepukan atau nari-nari lucu ala anak TK.
Belajar Bermain Peran |
Materi yang padat, berat, dan terkadang sulit dicerna ditambah ketidakmampuan kami menahan tekanan sebagai "pelari terakhir" yang akan menutup semua program akhirnya membuat kami tertekan. Untungnya ada "SUGAR BOX" yaitu kantung-kantung kertas berisikan nama kami yang berfungsi semacam loker pribadi. Karena hape kami disita, kami memanfaatkan sugar box sebagai cara untuk saling menyemangati satu sama lain lewat pesan singkat yang ditulis di sticky notes bersama dengan permen atau makanan ringan lain yang menempel bersamanya. Pesan-pesan berisi "semangat!" atau "Jangan ngantuk" atau "Kamu itu keren" itu sangat mampu menghibur kami dan memberi kekuatan baru.
Setiap akhir pekan, kami akan melakukan refleksi diri dengan cara saling memberikan feedback terkait pelatihan seminggu yang lalu. Kami akan saling memberikan komentar, kritik dan saran satu sama lain. Ini jadi sesi bounding team karena kami bisa memiliki quality time bersama teman-teman satu tim. Walaupun di sesi belajar kami sering dikelompokkan bersama tim, tapi jarang sekali kami bisa ngobrol dari hati ke hati tentang diri kami masing-masing. Tim ku sering curi-curi waktu; saat makan, saat istirahat, bahkan saat mengerjakan tugas bareng, diselingi dengan curhatan receh dimulai dari mantan, hobi, cita-cita.
Sesi Walas (Wali Kelas) bersama Kak Nurmalasari |
Hal yang buat aku salut adalah fakta bahwa panitia pelatihan mengawasi perkembangan kami baik dari segi fisik, mental, dan psikologis selama pelatihan. Tiap minggu kami akan diberi selembar kertas berisi penilaian diri yang harus kami isi berdasarkan sudut pandang kami. Nantinya itu akan dicocokkan dengan penilaian dari panitia sebagai "sudut pandang lain" dan jika ditemukan ketidakcocokan, itu akan dievaluasi dengan cara panitia akan ngobrol bersama yang bersangkutan. Iya, seserius itu mereka mempersiapkan kami.
Pelatihan kami selalu diupayakan bervariasi, dan mereka mengaturnya dengan begitu rapi sampai kami mencapai titik perkembangan diri yang jauh daripada sebelumnya. Di minggu keempat pelatihan, kami belajar di luar tempat yang biasanya dan kami dipisah berdasarkan keilmuan kami. Tenaga medis akan belajar di RSCM sedangkan tenaga non-medis akan belajar di kantor CISDI. Hal itu berlangsung seminggu. Sebagai satu-satunya non-medis di tim, hal ini yang sebenarnya kukhawatirkan. Aku merasa ciut aja sebagai seorang tenaga non-medis, aku khawatir tidak bisa banyak membantu ketika berada di penempatan.
Namun aku justru mengalami hal yang berbeda. Disinilah kolaborasi interprofesi itu terasa. Walaupun kami belajar di tempat terpisah, tapi aku bisa menemukan benang merah dimana kami belajar untuk saling melengkapi. Di asrama, kami akan saling sharing mengenai apa yang kami pelajari. Secara garis besar saja, tapi aku tahu ada kesamaan dan hubungan antara keilmuan yang kami pelajari. Bahwa menyelesaikan masalah kesehatan membutuhkan penanganan dari berbagai elemen. Medis dan non-medis, bahkan sektor lain yang secara kasat mata tidak ada hubungannya dengan kesehatan. Disinilah kolaborasi menjadi kunci keberhasilan.
Bang Edo dan Eka belajar Kegawatdaruratan medis di RSCM |
Sementara aku belajar menyusun menu MP-ASI |
Minggu terakhir pelatihan adalah minggu paling menyenangkan. Kami sudah jauh lebih rileks ditambah materi yang berat sudah kami lalui semua. Tinggal bagaimana kami belajar membentuk sudut pandang kami terhadap masalah. Tentunya sebagai angkatan terakhir, kami belajar menyusun exit strategi untuk menutup program yang telah kami usahakan selama 3 tahun, agar nantinya dapat dilanjutkan oleh aktor lokal di daerah.
Pelantikan bersama Ibu Menkes RI |
Puncak akhir dari pelatihan adalah pelantikan. 15 April 2018, pagi itu kami berkesempatan dilantik langsung oleh Prof. Nila Moeloek, Menteri Kesehatan RI. FYI, Prof. Nila dulunya adalah penanggungjawab Pencerah Nusantara, saat PN masih berada di bawah komando Kantor Utusan Khusus Presiden untuk MDG's. Prof. Nila juga yang membawa model PN menjadi program nasional bernama Nusantara Sehat. Memang bangga bisa bertemu Beliau, namun yang lebih membuatku bangga adalah ketika aku berdiri memberi hormat kepada bendera merah-putih dan menciumnya. Janji yang telah kubuat 4 tahun silam saat aku berhasil masuk PTN dengan beasiswa bidikmisi, akhirnya menemukan jalan untuk dipenuhi. Berbakti dan mengabdi pada negara dengan ilmu yang kupelajari, takdir kembali memberiku kesempatan.
Tengah malam harinya, kami ber-23 orang (3 orang tim Cirebon sudah berangkat lebih dulu sore setelah pelantikan) dibawa ke Bandara Soekarno Hatta untuk benar-benar dilepas. Tiket pesawat telah berada di tangan, dan inilah saatnya kami menerapkan semua yang kami pelajari di pelatihan. Kami saling berpelukan dan menangis haru, lalu saling berjanji bahwa setahun lagi kami akan bertemu kembali di tempat yang sama sebagai orang baru yang lebih baik. Aku dan dua orang rekan tim ku pergi dengan terus memupuk optimisme. Memang kami belum mengenal satu sama lain luar dan dalam, namun hal itu bisa kami pupuk selama 1 tahun di penempatan.
Berpisah di Bandara Soekarno-Hatta |
Lupa terhadap semua kekhawatiran dan tekanan, kami tertidur selama perjalanan di dalam pesawat dan membuka mata keesokan paginya di tempat baru. Tempat yang akan menjadi rumah kami selama 1 tahun ke depan. Dan perjalanan singkat kami dimulai.
0 komentar:
Posting Komentar